SEJARAH CILACAP


    Nama “Cilacap” berasal dari kata ci ‘air’ dalam bahasa Sunda dan lacap atau tlatjap‘tanah yang menjorok ke laut’ atau cacab ‘mencebur di air’ dalam bahasa Jawa. Cacab hingga saat ini dikenal oleh masyarakat Cilacap sebagai cara menanam satu tanaman di lahan berair, sedangkan awalan ci- ‘air’ dipengaruhi oleh bahasa Sunda. Masyarakat Cilacap sendiri memang sebagian ada yang penduduknya berasal dari orang Sunda, sehingga mereka juga turut mempengaruhi tradisi dan budaya yang ada di Cilacap termasuk nama daerahnya. 

    Cilacap merupakan kabupaten terluas di provinsi Jawa Tengah dengan luas wilayahnya sekitar 6,2% dari total wilayah Jawa Tengah. Begitu luasnya sehingga kabupaten ini memiliki dua kode telepon yaitu 0282 dan 0280. Bagian utara adalah daerah perbukitan yang merupakan lanjutan dari Rangkaian Bogor di Jawa Barat, dengan puncaknya Gunung Pojoktiga (1.347meter), sedangkan bagian selatan merupakan dataran rendah. Kawasan hutan menutupi lahan Kabupaten Cilacap bagian utara, timur, dan selatan. Di sebelah selatan terdapat Nusa Kambangan, yang memiliki "Cagar Alam Nusa kambangan". Bagian barat daya terdapat sebuah inlet yang dikenal dengan Segara Anakan. Ibu kota kabupaten Cilacap berada di tepi pantai Samudra Hindia, dan wilayahnya juga meliputi bagian timur Pulau Nusa Kambangan. Wilayah Kabupaten Cilacap berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Barat yang didominasi oleh budaya dan tradisi suku Sunda. Karena itu, penduduk Kabupaten Cilacap memiliki tradisi dan kebudayaan suku Sunda dan suku Jawa. Penduduk Kabupaten Cilacap yang bertutur dalam bahasa Sunda terutama di kecamatan-kecamatan yang berbatasan dengan Jawa Barat. Kecamatan-kecamatan ini antara lain Dayeuhluhur, Wanareja, Kedungreja, Patimuan, Majenang, Cimanggu, dan Karangpucung. Pengaruh suku Sunda merupakan akibat dari penguasaan Kerajaan Galuh di masa lalu atas wilayah Kabupaten Cilacap. Ini tercatat dalam sebuah naskah kuno primer Bujangga Manik yang saat ini disimpan pada Perpustakaan Bodleian, Oxford University, Inggris sejak tahun 1627. Naskah ini menceriterakan perjalanan Prabu Bujangga Manik, seorang pendeta Hindu Sunda yang mengunjungi tempat-tempat suci agama Hindu di pulau Jawa dan Bali pada awal abad ke-16. Di zaman dulu batas Kerajaan Sunda di sebelah timur adalah sungai Cipamali (yang saat ini sering disebut sebagai kali Brebes) dan sungai Ciserayu (yang saat ini disebut Kali Serayu) di Provinsi Jawa Tengah.

    Sejarah Cilacap berawal dari zaman berdirinya kerajaan di Pulau Jawa. Salah satunya pada akhir zaman Kerajaan Majapahit (1294-1478), terdapat beberapa daerah cikal-bakal Kabupaten Cilacap yang terbagi dalam wilayah-wilayah Kerajaan Majapahit, Adipati Pasir Luhur dan Kerajaan Pakuan Pajajaran. Cikal-bakal Kabupaten Cilacap yang wilayahnya membentang dari timur ke arah barat, antara lain wilayah Ki Gede Ayah dan wilayah Ki Ageng Donan dibawah kekuasaan Kerajaan Majapahit, wilayah Kerajaan Nusakambangan dan wilayah Adipati Pasir Luhur, dan wilayah Kerajaan Pakuan Pajajaran. Selanjutnya, menurut Husein Djayadiningrat, setelah diserang oleh Kerajaan Islam Banten dan Cirebon, Kerajaan Hindu Pakuan Pajajaran jatuh pada tahun 1579, sehingga bagian timur diserahkan kepada Kerajaan Cirebon. Oleh karena itu seluruh wilayah cikal-bakal Kabupaten Cilacap di sebelah timur berada dibawah kekuasaan Kerajaan Islam Pajang dan sebelah barat diserahkan kepada Kerajaan Cirebon. Setelah Kerajaan Pajang dikalahkan oleh Kerajaan Mataram Islam, maka daerah cikal bakal Kabupaten Cilacap yang semula di bawah kekuasaan Kerajaan Pajang diserahkan kepada Kerajaan Mataram Islam. Pada tahun 1595 Kerajaan Mataram Islam mengadakan ekspansi ke Kabupaten Galuh yang berada di wilayah Kerajaan Cirebon.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal pulau Nusakambangan